Saturday, November 01, 2008

Mistik Bank Sentral


Bank Sentral adalah sebuah mistik. Oleh sebagian masyarakat bahkan menjadi sebuah mitos. Sulit memang menjelaskan pada masyarakat modern yang rasional saat ini. Di tengah masyarakat yang segala sesuatunya dapat dijelaskan dengan ilmu pengetahuan rasional, mistik seolah kehilangan tempat. Namun di masyarakat arkhais (primitif-tradisional), mistik menjadi bagian dalam kehidupan. Segala fenomena yang tak bisa dijelaskan oleh akal sehat, langsung dikategorikan dalam tataran mistik. Mistik tak bisa dipandang lebih rendah dari rasio. Mistik adalah justru sebuah kerendahhatian dan kesadaran manusia bahwa ia tak mampu memahami semua persoalan di dunia ini. Dunia terlalu rumit untuk dijelaskan melulu melalui rasio. Keterbatasan rasio dalam memahami komplikasi dunia inilah yang membuat mistik tetap hidup hingga sekarang.

Di pasar keuangan, mistik juga ada. Mistik itu adalah bank sentral. Montagu Norman, Gubernur Bank of England di tahun 1921-1944 mengatakan,”Never explain, never excuse”. Bank sentral dikondisikan sebagai sebuah kekuatan supranatural yang bekerja di balik tembok dan mampu memengaruhi pasar keuangan. Bob Woodward (1978) dalam bukunya “The Secret of the Temple”, menulis tentang bagaimana mitos dibangun di Federal Reserve (Bank Sentral AS) yang diibaratkan sebagai Kuil Suci. Keyakinan yang dibangun adalah bahwa bank sentral akan beroperasi optimal apabila dianggap oleh pasar sebagai sebuah mitos yang memiliki kekuatan tak terlihat.
Alan Greenspan, mantan Gubernur Bank Sentral AS, juga meyakini kemistikan bank sentral tersebut. Ucapannya yang terkenal adalah “Since I’ve become a central banker, I’ve learned to mumble with great coherence. If I seem unduly clear to you, you must have misunderstood what i said”. Intinya, Greenspan tak pernah sepenuhnya jelas dalam memberikan pernyataan. Sebagian pesannya dapat ditafsirkan berbeda. Meski tak dapat dipahami, selama 18 tahun masa kepemimpinannya, Greenspan memiliki nuansa profetik dalam setiap katanya. Words that move the market, kata-katanya mampu menggetarkan pasar keuangan. Ada semacam kekuatan supranatural di sana.

Adalah Ben Bernanke, Chairman The Fed yang baru, pengganti Greenspan, yang menjadi satu dari sekian orang yang tidak percaya pada mistik. Ia mencoba mendesakralisasikan mitos bank sentral. Pemikirannya yang akademis rasional mengatakan bahwa semakin transparan sebuah bank sentral, semakin efektiflah kebijakan. Menurutnya, zaman telah berubah, bank sentral tak bisa bekerja dengan tertutup lagi. Kebijakan moneter akan berjalan efektif kalau kita mampu mengkomunikasikan secara transparan arah, tujuan, alasan, rasional, dan metode pencapaian tujuan tersebut secara jelas ke masyarakat. Era transparansi dan komunikasi ini kemudian menjadi semacam keyword yang digunakan bank sentral di seluruh dunia. Pasar senang, media tenang, semua yang terjadi di bank sentral dapat serta merta dilihat dan didapat dengan mudah.

Sampai pada suatu hari, datanglah krisis keuangan global di AS. Desakralisasi bank sentral ini ternyata tak sepenuhnya menguntungkan. Di tengah kegamangan dan kepanikan pasar, yang muncul adalah irasionalitas. Irasionalitas adalah tataran mistik. Dan irasionalitas itu harus berhadapan dengan realita rasional dari bank sentral yang terbatas. Bank sentral kini sudah dipandang sebagai lembaga otoritas biasa yang tak punya kemampuan banyak. Transparansi, yang dilakukan selama ini, membawa pada sebuah kenyataan bahwa bank sentral tak dapat berbuat banyak. Minimnya instrumen moneter, dihadapkan pada semakin canggihnya instrumen keuangan, ibarat David melawan Goliath. Bank sentralpun kehilangan kredibilitas di seluruh dunia.

Di Indonesia, hal ini ada baiknya kita renungkan bersama. Masyarakat kita masih butuh mistik. Sepanjang sejarah nusantara, mistik mewarnai kehidupan kita. Kisah-kisah satrio piningit, kesaktian ngarso dalem, wali nangroe, ratu adil, dll, lekat dalam realita masyarakat. Dalam kondisi tersebut, desakralisasi bank sentral tak sepenuhnya menguntungkan. Kemampuannya dalam mengendalikan pasar akan guyah. Kita masih butuh sebuah bank sentral yang memiliki kekuatan supranatural.. Transparansi di satu sisi, Mistik di sisi lain. Menyeimbangkan antara rasional dan mistik adalah sebuah pilihan, utamanya di Indonesia. Mungkin, hanya mungkin.....

No comments: