Sunday, November 23, 2008

Prabowonomics dan Salam dari Petani Indonesia

Inilah ide besar program ekonomi yang saya pandang menarik untuk dicermati. Meski masih abstrak, ide Prabowo Subianto cukup cerdas, “Saya menyampaikan salam dari petani Indonesia!!”. Terkesan metaforis dan normatif? Tidak juga. Justru pesan dari iklan itu sangat dalam. Di tengah krisis keuangan global yang merambat ke berbagai sisi kehidupan, isu kerakyatan seolah semakin mendapat tempat. Ide-ide untuk membangun strategi ekonomi mandiri, menanamkan kembali kapital pada tanah dan tenaga kerja, dan menolak neoliberalisme, seperti oase bagi ratusan juta masyarakat Indonesia. Dalam bahasa yang berbeda, tema ini sebenarnya juga menjadi pilihan program ekonomi partai-partai politik untuk mendulang suara pada pemilu 2009. Namun upaya untuk fokus membangun kekuatan di kalangan petani, umkm, nelayan, dan pedagang eceran, adalah sebuah pilihan yang “sexy” di tengah gejolak pasar keuangan saat ini. Jumlah sektoralnya yang besar, penyerapan tenaga kerja yang luas, sumbangannya pada PDB, telah menjadikan sektor pertanian sebagai buffer atau penopang kehidupan rakyat bawah.

Kalau kita ingat kisah perdebatan tentang sistem ekonomi Indonesia, salah satu kubunya dulu dimotori oleh Prof. Emil Salim, Prof. Mubyarto, dan Begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo. Pemikiran mereka adalah sebuah sistem ekonomi kerakyatan yang menganut azas-azas pertautan sila Pancasila. Namun memang kata-kata “Pancasila” kerap memiliki makna yang berbeda dalam penangkapan masyarakat. Sistem itupun akhirnya masih berada pada taraf “normatif” hingga saat ini dan belum mampu menjawab dinamika riil ekonomi Indonesia.

Apakah Prabowo akan membumikan impian sang ayah tentang sistem ekonomi Indonesia? Kita tak tahu. Deklarasi Gerindra hanya mengungkapkan pentingnya ekonomi kerakyatan dan kecaman bahwa ekonomi pasar telah memporakporandakan perekonomian bangsa (Deklarasi Gerindra, Februari 2008). Prabowo mengajak bangsa ini untuk meninjau ulang Sistem Ekonomi Indonesia. Namun seperti apakah sebenarnya Sistem Ekonomi Indonesia itu? Kita menyadari bahwa dalam perjalanan waktu, Sistem Ekonomi Indonesia senantiasa berada dalam kegamangan.

Frans Seda misalnya, mengatakan bahwa Sistem Ekonomi Indonesia adalah “bukanisme”, bukan ini dan bukan itu, yaitu paham serba bukan. Bukan kapitalisme, bukan liberalisme, bukan sosialisme, tidak ada monopoli, tidak ada oligopoli, tidak ada machiavelli, dan tidak lainnya. Kwik Kian Gie mengatakan bahwa sistem ekonomi seperti itu adalah sebuah utopia yang dihuni hanya oleh para malaikat. Meski demikian, banyak pihak yang melihat bahwa dinamika perekonomian Indonesia saat ini telah semakin terbuka dan condong “ke kanan”. Krisis keuangan yang terjadi di pasar uang saat ini misalnya, menunjukkan bahwa keterbukaan itu memiliki dampak serius. Memang masih bisa diperdebatkan, namun dengan dianutnya pasar bebas, upaya privatisasi, dan pasar keuangan yang semakin terbuka, kecondongan “ke kanan” tersebut semakin dirasakan.

Alm. Prof. Mubyarto menyimpulkan bahwa sistem ekonomi yang diterapkan selama 32 tahun Orde Baru memang tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak dan mengabaikan nilai-nilai keadilan. Tapi benarkah bila kita menerapkan ekonomi kerakyatan secara konsisten maka krisis ekonomi dengan sendirinya akan berakhir? Jawabnya tak mudah. Namun, pilihan untuk membawa bangsa ini berdiri tegak secara ekonomi menuntut banyak hal. Berbagai hal harus dipilih, seperti struktur pengambilan keputusan, mekanisme pasar ataukah perencanaan, bagaimana pengaturan hak-hak milik, dan sistem insentif. Tidak mudah. Oleh karenanya, sekiranya Prabowo Subianto dapat menjabarkan ide besar Prabowonomics itu dalam sebuah langkah konkrit yang detil dan jelas,tentu akan sangat menarik. Cetak biru ekonomi kerakyatan dari Gerindra masih perlu kita tunggu. Bila tidak, pada ujungnya tak jauh beda dengan yang kebanyakan. Berhenti di tataran normatif dan metaforis. Dan bila itu yang terjadi, salam dari petani tinggal salam belaka. Salam yang mengambang selama puluhan tahun tak berbalas. Mudah-mudahan para pemimpin bangsa bisa bersama membawa kita keluar dari krisis ekonomi yang membelit ini.

4 comments:

Jakartasiana said...

Pagi, Pak Junanto.

Artikel yang bagus.

Kapan menulis tentang Junantonomics, yang gak kalah hebat dibanding Soehartonomics?

Saya tunggu, ya.

Sukses selalu.

:)
AH
http://jakartasiana.blogspot.com/

Junanto Herdiawan said...

Pak Abi, tks ya. Senang sekali dapat kunjungan dari bapak. Menarik juga tuh ide Junantonomics :). Nanti d saya pikirkan mau diisi apa idea begitu hehehe..

Tks pak. Salam.

adnan said...

Menurut pendapat saya, sistem ekonomi yang sewajibnya diterapkan di indonesia adalah sistem ekonomi yang sesuai dengan keadaan masyarakat indonesia yaitu pancasila, bukankah dasar negara kita pancasila, bukan liberalisme. Jadi seyogianya sistem yang kita gunakan adalah sistem ekonomi yang berlandaskan keadilan sosial. Hanya dengan sistem ekonomi pancasila kita dapat mengurangi kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin yang masih melanda negeri ini.

Demikian pendapat saya. btw blog Anda sangat informatif, salam kenal dan terima kasih.

Junanto Herdiawan said...

Pak Adnan, terima kasih atas informasi dan pendapatnya. Upaya mengatasi kesenjangan antara kaya dan miskin memang menjadi cita cita luhur setiap program ekonomi. Mana yang cocok bagi negeri ini, tentu harus sesuai dengan karakteristik masyarakat kita. Salam kenal juga pak.