Sunday, April 18, 2010

Salary Man Menuntut Kenaikan Gaji

Demonstrasi menuntut kenaikan gaji tak hanya terjadi di negeri kita. Di negara maju seperti Jepang, tuntutan kenaikan gaji kerap terjadi. Alasannya macam-macam, tapi salah satunya tentu untuk menuntut kehidupan yang lebih baik. Beberapa waktu lalu, di daerah Ginza, saya melihat dengan serombongan kaum pekerja Jepang (biasa disebut Salary Man) yang berteriak-teriak dan menyanyikan yel-yel untuk menuntut kenaikan gaji. Para salary man itu merasakan semakin beratnya kehidupan di Jepang, secara khusus di kota besar seperti Tokyo, dewasa ini.

Kehidupan di Jepang memang semakin dirasakan sulit, apalagi sejak krisis global melanda. Perekonomian Jepang saat ini masih lesu dan geraknya didorong terutama oleh besarnya stimulus pemerintah. Pidato dari Gubernur Bank of Japan di awal tahun 2010 mengatakan bahwa ekonomi Jepang masih belum memiliki momentum yang tepat bagi pemulihan yang berkelanjutan. Hal ini berarti, dalam jangka pendek, sampai dengan semester I-2010, perekonomian Jepang masih akan lesu.

Kondisi pasar tenaga kerja di Jepang juga masih menyimpan masalah. Angka pengangguran yang meningkat mencapai lebih dari 5% pada triwulan IV-2009 telah menjadikan kehidupan di Jepang semakin sulit. Di kota Tokyo, Pemerintah menyediakan penampungan bagi lebih dari 800 orang pengangguran sampai dengan pekerjaan bisa didapatkan. Hal ini berdampak pada besarnya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah Jepang untuk memberikan penampungan bagi para pencari kerja.

Bagi kalangan pekerja, gaji yang rendah dan pas-pasan menjadi salah satu masalah. Kala perusahaan Jepang menghadapi persaingan ketat di pasar global, mereka mulai memangkas jumlah karyawan dan menghemat gaji. Hal ini menambah jumlah pengangguran dan mempersulit kehidupan para pekerja.

Berbagai tantangan tersebut memang menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintahan Yukio Hatoyama. Namun masalah politik juga masih menghantui kubu Hatoyama terkait dengan skandal suap di partainya DPJ. Masalah ekonomi politik ini juga telah menurunkan popularitas pemerintahan Hatoyama.

Dengan berbagai masalah tersebut, tentu tak heran bila kita melihat mulai munculnya demonstrasi di jalan-jalan. Namun bedanya, demonstrasi di Jepang dilakukan secara santun dan jauh dari sikap anarkis. Meski mereka mengkritik pemerintah dengan berbagai kebijakannya, kepentingan orang lain tetap mereka perhatikan. Salah satu contohnya adalah bagaimana mereka menjaga agar tidak menghalangi penyebrang jalan. Apabila terdapat zebra cross, para pendemo memisahkan diri untuk memberi jalan pada penyeberang.

Ungkapan rasa dan kesulitan hidup memang kadang kerap membuat kita kalang kabut. Namun bagaimana ia diungkapkan tanpa menyulitkan orang lain, apalagi hingga mengacaukan kestabilan negara, menjadi pelajaran bagi kita. Mudah-mudahan kita bisa belajar mengungkap rasa dengan cara yang makin hari makin santun.

Salam.

No comments: