Sunday, January 11, 2009

Kenapa yang Krisis Amerika, Tapi Dollar AS malah Menguat?

Kalau Indonesia kena krisis ekonomi, Rupiah pasti melemah. Kalau Thailand kena krisis, Baht juga pasti melemah. Di banyak negara lain, krisis yang terjadi akan berdampak pada melemahnya nilai tukar. Tapi kenapa kalau Amerika yang kena krisis, Dollar malah menguat? Ambruknya ekonomi, runtuhnya pasar keuangan, bertumbangannya pabrik, dan melebarnya PHK di Amerika, seharusnya membuat Dollar melemah. Tapi yang terjadi justru Dollar menguat.

Pertanyaan ini banyak muncul saat melihat Rupiah tertekan terhadap dollar di penghujung 2008 dan memasuki 2009 ini. Pertanyaan iseng ini muncul lagi, saat saya ngobrol-ngobrol dengan salah seorang pengamat ekonomi dalam “Diskusi Outlook Ekonomi 2009” yang diadakan di Jakarta pekan lalu. Obrolan ini dilakukan sambil santai sebelum diskusi dimulai.

Economist dan pengamat yang hadir pada kesempatan itu antara lain Umar Juoro, Mirza Adityaswara, Budi Hikmat, Purbaya Sadhewa, Yanuar Rizky, dan beberapa pengamat lainnya. Hadir pula beberapa Deputi Gubernur BI seperti Dr Hartadi Sarwono dan Dr Muliaman D Hadad. Diskusi memang lebih banyak membicarakan mengenai outlook ekonomi 2009.

Namun di meja kopi, saya dan pengamat tersebut asyik membahas mengenai rupiah. Pertanyaan kenapa Dollar menguat adalah pertanyaan umum masyarakat awam dan menjadi perbincangan warung kopi sehari-hari saat terjadi krisis ekonomi. Saat krisis melanda Amerika, banyak orang bersorak bahwa Amerika akan ambruk. Apalagi kalau kita ingat krisis 1998 yang terjadi di Indonesia telah meluluhlantakkan rupiah. Namun inilah kehebatan politik ekonomi Amerika Serikat, dan sekali lagi menunjukkan betapa rentannya perekonomian Indonesia. Dollar justru makin hari makin menguat. Mengapa?

Alasan pertama adalah, saat terjadi krisis global, ekonomi seluruh dunia menghadapi gejolak yang meningkat. Keketatan likuiditas di pasar keuangan dunia yang dipicu oleh permasalahan subprime mortgage, meluas menjadi krisis kepercayaan. Sektor riil di AS kemudian terkena imbas dari gejolak, yang mendorong pelemahan ekspansi ekonomi dunia yang dalam. Krisis kepercayaan merambat ke seluruh dunia. Dalam kondisi seperti ini, uang tak punya tuan. Uang tak punya nasionalisme. Mereka bergerak liar mencari kandang, atau tempat yang paling aman. Terjadilah apa yang dinamakan “flight to quality” atau pelarian modal pada asset yang paling bisa dipercaya di muka bumi.
Kemana tempat yang masih bisa dipercaya? Dalam kondisi saling tak percaya, asset T-Bills milik Bank Sentral AS (The Fed) dan Surat Berharga Pemerintah AS dinilai masih lebih baik relatif dibanding asset di negara lain. Hal inilah yang mendorong Dollar rame-rame “pulang kampung” ke AS. Inilah realita dari kapitalisme. Arus keluar modal asing dari emerging markets terus berlangsung dengan bebas. Proses ini ditambah lagi dengan upaya perusahaan di AS untuk memperbaiki struktur neraca lembaga keuangannya. Mereka melakukan penyesuaian portfolionya secara besar-besaran. Proses ini dikenal dengan istilah deleveraging.

Alasan kedua, menurut obrol-obrol tadi, adalah semacam konspirasi teori. Bangkrutnya lembaga keuangan AS sudah terlihat ketika The Fed mengumumkan terjadinya gagal bayar kredit perumahan (KPR) oleh nasabah pas-pasan (subprime mortage). Saat nasabah mengambil KPR, bunganya rendah karena bunga acuan The Fed (Fed rate) berada di satu persen. Masalah terjadi pada 2002, saat Amerika mengalami masalah defisit neraca perdagangan dengan Cina (ekspor lebih kecil dari impor). Untuk mengatasi defisit, bisa juga diatasi dengan operasi pasar di pasar kurs. Nah, repotnya Cina tidak ikut rezim kurs pasar melainkan kurs tetap (fix rate).

Saat itu, The Fed meminta dana berlebih dari lembaga keuangan AS (global hedge fund) untuk kembali ke “kampungnya” , agar likuiditas menjadi suporter di tim AS bukan sebaliknya. Sekali lagi, inilah konsekuensi dari kapitalisme, yaitu uang tak kenal nasionalisme.Untuk bisa pulang kampung, harus ada untung. Itulah, saat The Fed menaikkan Fed rate yang agresif dimulai 2004 sampai ke 5,85%. Uang kembali, tapi makan korban gagal bayar KPR yang lalu memerlukan koreksi The Fed (September 2007) dengan menurunkan rate.

Di 2008, krisis makin bergulir. Lehman jatuh dan Fed membutuhkan dana besar mencegah dampaknya ke AIG. Keluarlah mekanisme “bail out”. Awalnya publik mengatakan ini sebagai karma BLBI, agar AS merasakan sendiri rasanya krisis. Namun bail out ini baru awal cerita, setelah itu terjadi, uang yang dikeluarkan oleh Pemerintah AS harus diganti. Saat itu yang terjadi adalah “devisa kertas”, karena bail out diganti oleh kertas milik perusahaan. Pemerintah AS pun memerintahkan untuk melakukan “force sale” atau memaksa perusahaan-perusahaan AS menjual portfolionya di negara lain. Bursa duniapun rontok, termasuk Indonesia. Rupiahpun melemah, namun dollar menguat karena dollar ramai-ramai “dipaksa” pulang kampung .

Singkat cerita, berbagai alasan mulai dari krisis kepercayaan hingga konspirasi teori antara pemerintah AS dan the Fed, politik ekonomi Amerika masih bisa menyelamatkan dollar. Permasalahannya adalah apakah gejala ini temporer (sementara) atau tetap. Kita akan melihat nanti ke depan, seberapa kuat ekonomi AS dan Dollar AS menahan kepercayaan ini.

Namun pelajaran yang dapat dipetik oleh kita adalah, kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia perlu lebih smart dalam membaca gejolak dan konspirasi pasar keuangan global. Kita harus menghindari kebijakan panik dan berjangka pendek. Di sisi struktur perekonomian, upaya membangun struktur industri yang kokoh di dalam negeri perlu diintensifkan. Pertumbuhan ekonomi yang masih dilandasi oleh konsumsi, apalagi yang ditopang impor, akan sangat rawan terhadap pelarian arus modal. Struktur pertumbuhan ini akan lebih memunculkan banyaknya saudagar ketimbang industriawan. Diskusi yang menarik di siang hari.

1 comment:

Unknown said...

Pak, sharingnya bener2 mantep dan openmind banget.. saya baru belajar memperdalam ekonomi dan masih terbilang sangat awam. tapi pas baca postingan bapak saya lumayan 'ngeh' padahal bapak sudah expert di bidang ekonomi.. terima kasih pak atas sharingnya..