Saturday, December 27, 2008

3 doa, 3 cinta, dan 3 calon Presiden kita

Inilah kisah tentang Tiga. Nicholas Saputra bertemu lagi dengan Dian Sastro dalam film 3 Doa 3 Cinta. Buat yang kangen menyaksikan mereka main bareng lagi, 3 Doa 3 Cinta lumayan menghibur untuk ditonton pada libur natal dan tahun baru ini. Film ini membawa kita merenung dan memicu kesadaran tentang keterkungkungan kita pada berbagai masalah hidup selama ini. Huda, Rian, dan Sahid adalah 3 santri yang tinggal dan belajar di kalangan pesantren. Mereka memiliki mimpi dan cita-cita sendiri. Kebiasaan mereka adalah menulis doa dan harapan pada sebuah tembok pesantren. Dalam mencapai harapan itu, mereka berani memilih jalan yang berbeda, meski risikonya berat. Mereka bahkan harus menghadapi dilema antara kultur pesantren dengan kondisi nyata di luar pesantren.

Kisah tentang tiga orang santri yang memiliki harapan dan mimpi serta tantangan dalam mewujudkannya, dituturkan dengan menarik. Film inipun bisa menjadi sebuah metafor tentang kita dan kehidupan. Kalau dibawa ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mimpi dan harapan rakyat tentu diserahkan pada para pemimpin untuk mewujudkannya. Kebetulan, setelah reformasi, kita memiliki 3 presiden yang dipilih melalui proses demokrasi. Mereka adalah Gus Dur, Megawati, dan SBY. Ketiganya mewakili doa dan harapan rakyat, namun mereka juga dihadapkan pada sulitnya mewujudkan harapan itu. Dan sebagaimana para santri di film, kadang dalam merumuskan kebijakan, mereka cenderung bersifat pragmatis. Karena untuk keluar dari jalur mainstream risikonya terlalu besar.

Kita melihat dari sisi ekonomi negeri. Sepuluh tahun sejak krisis, perekonomian sudah mulai menunjukkan perbaikan. Namun perbaikan itu belum bisa sepenuhnya membawa kita keluar dari krisis. Permasalahan struktural perekonomian seperti kemiskinan dan pengangguran masih menghantui sebagian besar rakyat. Dalam masa kepemimpinan 3 presiden itu, Indonesia beberapa kali dihantam krisis ekonomi. Seperti kutuk, tidak ada satupun Presiden RI yang mulus memimpin negeri ini tanpa harus diuji oleh krisis.

Tapi, apakah para Presiden itu bisa disalahkan? Mereka telah berupaya keras tapi krisis datang lebih keras lagi. Bagi penganut aliran ekonomi business cycle atau conjunctur, tentu menyakini bahwa ekonomi tak selamanya bisa berjalan mulus. Perekonomian diyakini tidak akan bisa tumbuh terus tanpa batas, ataupun menukik terus tanpa dasar. Sudah dari sononya, kehidupan ekonomi akan selalu ditandai oleh fluktuasi. Ada titik balik dari segalanya. Ekonomi, secara alamiah, akan mengalami gelombang naik turun. Siapapun Presidennya.

Itulah konsekuensi dari sistem ekonomi yang kita anut saat ini, ekonomi terbuka. Sistem kita membolehkan produksi dan distribusi dilakukan orang per orang dalam sistem mekanisme pasar. Siapapun Presidennya tak akan bisa menghilangkan gelombang pasang surut ekonomi. Kita harus menerima kenyataan bahwa ekonomi akan mengalami krisis setiap beberapa tahun sekali. Berbagai indikator seperti pengangguran, kemiskinan, investasi, konsumsi, tabungan, suku bunga, dan budget pemerintah, hanya masalah perhitungan saja antara naik dan turun. Setiap pemerintahan akan mengkaji angka demi angka dalam pidato ataupun laporan pertanggungjawabannya.

SBY dan Megawati telah membulatkan tekad untuk maju lagi memimpin negeri. Calon ketiganya bisa Prabowo, bisa Sri Sultan, atau bisa siapa saja. Tapi 3 Presiden terdahulu telah membuktikan bahwa mengendalikan perekonomian Indonesia dalam turbulensi perekonomian terbuka tidak mudah. 3 calon presiden kita ke depan juga akan menghadapi medan perekonomian yang tak mudah.

Apabila sistem ekonomi seperti saat ini akan dipertahankan, siapapun Presiden terpilih nanti, ia dan tim ekonominya akan terus menghadapi masalah ini. Namun, mereka diharapkan dapat mengatur gelombang naik turun perekonomian dengan kebijakan yang “antisiklis”. Saat krisis datang, mereka harus mampu mencari cara bagaimana membendung krisis. Saat ekonomi meningkat, mereka diharap mampu memperpanjang titik itu dan menyejahterakan masyarakat.

Kembali ke film 3 doa 3 cinta, Nicholas Saputra harus berjuang keras untuk meraih cita-cita dan menemukan cinta ibunya yang telah lama tak dijumpai. Presiden kita juga dituntut mampu meraih cita-cita dan menemukan “adil dan makmur” yang lama tak kita jumpai. Mengelola perekonomian Indonesia yang berisikan lebih dari 200 juta penduduk bukanlah hal mudah. Ibarat mengemudikan sebuah pesawat jumbo jet. Mesin dan crew-nya harus kuat dan tangguh. Semoga kita mampu. Salam.

No comments: