Tuesday, December 02, 2008

Setelah Bank Century, amankah bank kita?

Setelah Bank Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), beberapa nasabah bank kerap bertanya pada saya, apakah akan ada bank lain yang menyusul? Atau, masih amankah bank di Indonesia? Mereka khawatir dan ingin segera memindahkan dananya pada bank yang lebih aman. Kekhawatiran mereka tentu boleh boleh saja. Tapi sebenarnya ada satu hal menarik yang dapat kita lihat dari kasus Bank Century. Hal itu adalah tidak terjadinya gejolak yang berlebihan pada nasabah bank di Indonesia. Padahal, masalah bank gagal adalah sesuatu yang sangat sensitif dalam sebuah krisis.

Masih segar dalam ingatan, saat krisis perbankan terjadi di tahun 1997/98. Kekacauan merembet ke segala sendi kehidupan, berawal dari ditutupnya 16 bank umum. Nasabah beramai-ramai menyerbu dan menarik dana dari bank. Terjadilah rush. Namun kini, saat mendengar Bank Century diserahkan pada LPS, masyarakat relatif tenang dan tidak terjadi rush secara besar-besaran. Di satu sisi, hal ini melegakan karena menunjukkan betapa sigap dan antisipatifnya Pemerintah dalam menyikapi krisis yang terjadi. Meski demikian, kita merasakan bahwa kepercayaan masih belum sepenuhnya pulih. Nasabah masih ragu, bahkan ada yang diam-diam memindahkan dananya ke bank-bank yang dianggap aman atau bahkan ke luar negeri. Adanya kasus bank yang gagal, melemahnya nilai tukar, dan krisis global yang masih belum menunjukkan tanda-tanda berakhir, menjadi alasan yang kuat bagi para nasabah bank untuk menjadi ragu.

Industri perbankan Indonesia menguasai lebih 90 persen dari keseluruhan industri keuangan saat ini. Sedangkan pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lain-lain menempati sisanya yang amat kecil. Tak heran saat indeks saham melorot tajam, hanya para investor yang panik, sementara kehidupan masyarakat tak serta merta terganggu. Namun saat ada satu bank yang bermasalah, nasabah bank sontak resah. Masalah bank adalah masalah kita semua karena menyangkut dana kita sendiri.

Permasalahan yang menimpa bank berawal dari krisis global yang menyebabkan tekanan pada pasar uang di dalam negeri. Muncul keraguan antar pelaku pasar uang rupiah yang pada akhirnya meningkatkan sekat-sekat antar bank di Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Transaksi antar bank tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kalau kita lihat selama September s.d November 2008, rata-rata volume transaksi PUAB rupiah per hari menurun drastis. Hal ini menyebabkan suku bunga PUAB meningkat secara cepat. Dalam kondisi demikian, bank bisa saja mengalami kesulitan dalam memperoleh dana di PUAB. Kesulitan ini akan diperparah apabila ada isu dan rumor yang berkembang di masyarakat sehingga terjadi penarikan dana.

Meski Bank Century dihadapkan pada masalah serius sehingga harus diambil alih LPS, bukan berarti bank lain juga demikian. Secara fundamental, saat ini ketahanan perbankan Indonesia tetap terjaga dan menunjukkan kinerja yang positif di tengah berbagai gejolak global. Selain itu, respon pemerintah dan Bank Indonesia guna menghindari risiko sistemik melalui Perppu JPSK, Perppu Amandemen UU BI (perluasan kolateral), dan Perppu LPS juga dinilai tepat waktu. Mekanisme permasalahan yang terjadi pada Bank Century dapat diselesaikan tanpa menimbulkan gejolak yang berlebih. Adanya penjaminan dana nasabah sampai dengan Rp2 milyar, meski banyak yang berharap untuk ditingkatkan menjadi penjaminan penuh, juga masih mampu menghindari kepanikan.

Selain karena tekanan krisis global, ada dua hal yang menjadi penyebab krisis pada perbankan kita. Pertama, krisis disebabkan oleh masalah internal bank. Misalnya, kejahatan bank dan good governance yang buruk. Kedua, krisis perbankan disebabkan oleh kepanikan para nasabah dan pemilik modal. Perilaku mania dan panik akan memperparah krisis. Perbankan di satu sisi dapat menjadi sumber krisis, seperti yang terjadi pada tahun 1997/98. Namun perbankan, di sisi lain, dapat juga menjadi obat penyembuh krisis. Bila bank sehat, solid, dan dipercaya masyarakat, peranannya dalam membawa kita keluar dari krisis sangat besar. Untuk itu, kepada perbankanlah tertumpu harapan bangsa ini untuk menjadi pendorong kegiatan ekonomi.

Masih amankah bank kita? Secara fundamental dapat dijawab masih. Namun jawaban sebenarnya terletak pada kepercayaan kita sendiri pada perbankan. Adagium lama mengatakan bahwa Bank adalah bisnis kepercayaan. Tanpa kepercayaan, tidak ada bank. Salam.

3 comments:

adnan said...

saya sependapat dengan bung. eksistensi bank, selain tergantung pada kebijakan pemerintah, juga sangat tergantung pada kepercayaan publik.

Junanto Herdiawan said...

Terima kasih pak adnan, Dan ini menjadi tugas kita semualah untuk menjaga kepercayaan publik itu.Salam.

Anonymous said...

Saya berharap kebijakan negara termasuk perbankan lebih berpihak kepada masyarakat luas. Selama ini, masyarakat terutama di golongan bawah hanya bisa maklum dengan gonjang-ganjing ekonomi dengan kebijakan yang amburadul. Kasus Bank Century seharusnya tidak perlu terjadi kalau negara ini bisa mengambil pelajaran di masa lalu. Kelihatan sekali kalau negara ini masih lebih berpihak kepada para pemilik modal besar. Ada kasus di Bank Century, pemerintah panik, konyolnya, harga gula naik tajam, pemerintah cuek bebek.