Tuesday, December 01, 2009

Badai Century Menghantam Ekonomi

posted on Bisnis Indonesia 26 November 2009

Berbeda dengan perekonomian di negara maju yang relatif tahan terhadap isu di luar ekonomi, perekonomian Indonesia terbukti masih rentan terhadap berbagai isu. Hal ini terbukti saat kasus Bank Century semakin bergulir bagai badai yang menghantam ekonomi kita.

Hasil audit investigatif BPK, hak angket Bank Century di DPR, yang berjalin kelindan dengan berlarut-larutnya kasus Bibit-Chandra, membawa pemulihan ekonomi Indonesia seolah-olah berhenti di tempat. Program 100 hari pemerintah seolah-olah raib ditiup angin. Acara Rembuk Nasional (National Summit) yang memuat gagasan-gagasan besar tentang ekonomi Indonesia ke depan, seolah-olah termarginalkan dari ruang-ruang diskusi publik.

Banyak pelaku ekonomi, khususnya investor asing, mulai bertanya tentang kasus hukum yang mencuat dikaitkan dengan pemulihan ekonomi. Sebenarnya apabila kita melihat berbagai indikator ekonomi makro, tak dapat dipungkiri bahwa ekonomi Indonesia memang telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang membaik.

Indonesia bahkan telah disandingkan dengan China dan India, sebagai flavour of the day oleh para investor asing. Kita melihat bahwa konsumen di Indonesia sudah mulai bangkit dan membeli. Hal ini tecermin dari kuatnya tingkat konsumsi kita yang tumbuh rata-rata 5% dalam beberapa tahun terakhir ini.

Kita melihat juga ekspor kita terus meningkat seiring dengan pulihnya ekonomi dunia dan membaiknya pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang.

Menghadapi krisis global di tahun 2008, ekonomi Indonesia terbukti mampu melaluinya dengan baik. Kebijakan makroekonomi yang berhati-hati telah menahan perlambatan lebih jauh dari perekonomian Indonesia.

Di sisi stabilitas sistem keuangan, sebenarnya penanganan kasus Bank Century di tahun 2008 yang relatif tidak menimbulkan guncangan di pasar keuangan, dapat dikatakan sebuah keberhasilan otoritas dalam meredam gejolak lebih lanjut dari dampak krisis. Sayangnya, penanganan kasus itu menyisakan persoalan hingga kini.

Persoalan mendasar

Kalau dilihat secara lebih detail, ekonomi kita memang masih menyimpan banyak pekerjaan rumah. Kita belum melihat perbaikan yang berarti di bidang investasi. Belum banyak investor yang mau memberikan komitmennya pada ekonomi Indonesia di jangka panjang.

Para investor masih menunggu (wait and see) kalau ditanya tentang investasi yang berjangka panjang. Hal itu terlihat dari jumlah investasi yang jumlahnya menurun dari 11,7% pada 2008, menjadi sekitar 3% sampai dengan triwulan III-2009.

Padahal, investasi adalah bukti nyata yang menggambarkan komitmen investor pada ekonomi Indonesia. Kita mungkin bisa menyalahkan krisis global dan lemahnya ekonomi dunia, yang menjadi penyebab turunnya jumlah investasi tersebut.

Namun, dibandingkan dengan negara kawasan yang masih bisa menarik investasi, potensi dan besarnya ekonomi Indonesia seharusnya bisa menarik investasi riil lebih banyak agar peningkatan produksi dapat berlanjut.

Tantangan ekonomi kita ke depan adalah bagaimana dapat membangun komitmen dari para investor dan pelaku pasar utama. Tanpa komitmen jangka panjang, akibatnya adalah, ekonomi kita bisa 'terlihat' bergairah, tetapi pergerakannya lebih banyak ditopang oleh para petualang kapital sesaat.

Posisi asing di SBI dan SUN yang jumlahnya mencapai hampir US$4,5 miliar menjadi indikator masuknya dana asing di pasar keuangan kita. Para pemilik modal datang ke negeri ini untuk menanam dalam penempatan portofolio jangka pendek, dan tergiur dengan keuntungan sesaat yang saat ini menjanjikan.

Namun, kalau diajak bicara tentang perspektif yang lebih jauh, dapat dilihat yield SUN jangka panjang (di atas 15 tahun) yang masih tinggi. Hal ini menunjukkan persepsi mereka tak seindah yang terlihat di jangka pendek.

Pada galibnya, aliran dana asing jangka pendek tersebut tidaklah salah sepenuhnya. Sepanjang kepercayaan bisa terus dibangun, dana itu akan tetap mengendap di pasar keuangan kita, dan syukur-syukur bisa beralih pada penempatan atau investasi jangka panjang.

Gejala adverse selection dari para investor seperti itu, saat ini masih menguntungkan bagi perekonomian kita. Kita melihat bahwa nilai tukar dan indeks saham masih stabil. Namun, kita juga perlu menyadari bahwa gejala saat ini bukanlah pilar yang kuat dalam mendukung kemajuan ekonomi kita yang berkelanjutan. Persepsi dan confidence para pemilik modal ini sangat rawan apabila terjadi gangguan, seperti permasalahan hukum maupun apabila ada policy inconsistency.

Di sisi policy inconsistency, pihak pemerintah dan Bank Indonesia berulangkali menegaskan kepada para pelaku pasar bahwa tidak akan melakukan banyak perubahan dalam pengelolaan makroekonomi yang ada saat ini.

Namun, di sisi penegakan hukum, apabila berbagai permasalahan hukum yang ada saat ini berlarut larut, dapat dipastikan para investor akan semakin menunda komitmen mereka dalam jangka panjang. Dan bukan itu saja, dana jangka pendek yang ada saat ini juga dikhawatirkan akan ikut keluar.

Kita perlu menyadari bahwa pilar ekonomi kita saat ini masih belum kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Menghadapi tahun 2010 nanti, tantangan terbesar adalah memfokuskan kebijakan dan kegiatan ekonomi pada pilar yang lebih kokoh, yaitu sektor produksi. Upaya membangun kekuatan ekonomi domestik, menarik investasi riil, ikut serta dalam global chain production sebagai pemerkayaan ekspor kita, dan upaya membangun industri, adalah langkah strategis yang membutuhkan kerja sama dan kepercayaan tinggi dari para pelaku ekonomi.

Kita juga perlu terus menambah daya respons sisi suplai guna menyeimbangkan respons di sisi permintaan.

Di sisi lain, kasus Bank Century menuntut penyelesaian yang tepat dan adil. Permasalahan hukum harus diproses secara hukum, permasalahan politik juga harus diproses secara politik, sementara permasalahan teknis perbankan kiranya diselesaikan dengan mekanisme perbankan.

Jangan sampai ada campur aduk dalam penyelesaiannya, yang menjadikan masalah menjadi semakin complicated dan berlarut-larut. Secara umum tentu pengungkapan kasus Bank Century ini ditunggu oleh masyarakat agar prosesnya menjadi transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Penggunaan dana sebesar Rp6,7 triliun tentu mengundang ingin tahu banyak kalangan. Namun, hal yang perlu diingat adalah bahwa penyelesaian kasus ini jangan sampai mengorbankan hal lain yang lebih penting, yaitu pembangunan ekonomi. Semakin lama dan komplikatif kasus ini bergulir, maka ongkos ekonominya akan semakin mahal dan berdampak pada turunnya kepercayaan pelaku pasar. Akibatnya, ekonomi Indonesia akan terus tertatih-tatih dan semakin terpuruk.

Oleh Junanto Herdiawan
Peneliti Ekonomi Madya Bank Indonesia