tulisan ini dimuat di koran Investor Daily, 17 Desember 2008
Catatan di pengujung tahun selalu diwarnai ramalan, baik ramalan nasib, peruntungan, jodoh, ataupun proyeksi ekonomi untuk tahun berikutnya. Pada 2009, perekonomian akan diwarnai banyak jebakan, gangguan, yang melemahkan ketahanan ekonomi. Ekonomi Indonesia bersifat terbuka. Kita merasakan sendiri bagaimana berbagai permasalahan di dunia global berdampak pada geliat ekonomi negeri. Resesi yang terjadi di negara maju, melambatnya ekonomi dunia, dan rentannya sistem keuangan global, secara setangkup akan dirasakan pada perekonomian Indonesia. Perdagangan dan keuangan adalah dua jalur paling cepat yang menjalarkan dampak global tersebut.
Dengan kondisi tersebut, tahun 2009 akan menjadi tahun yang tidak mudah, atau istilah filmnnya, year of living dangerously. Akan ada banyak guncangan, jebakan, gangguan, yang dapat sewaktu-waktu menggoyang ketahanan perekonomian kita. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan akan melambat.
Selain karena melambatnya ekonomi dunia memang, penurunan harga komoditas internasional juga akan menjadi faktor utama perlambatan karena berdampak pada penurunan ekspor Indonesia. Perlambatan ekspor tersebut akan berdampak pada konsumsi rumah tangga melalui penurunan daya beli masyarakat (income effect) dan diikuti oleh penurunan investasi oleh dunia bisnis.
Sementara itu, transmisi krisis global melalui sektor keuangan semakin menambah tekanan pada prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui terbatasnya pembiayaan, baik untuk konsumsi maupun investasi.
Tekanan Inflasi Berkurang
Pada 2009 akan diadakan pesta demokrasi (Pemilu) yang diperkirakan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat, khususnya saat kampanye. Kemeriahan partai politik dalam menggalang massa berpesta demokrasi diharapkan dapat meningkatkan geliat ekonomi negeri. Namun, krisis keuangan global saat ini berpengaruh pula pada kondisi keuangan partai-partai politik. Akibatnya, walau akan ada dorongan permintaan, dampaknya masih akan terbatas pada pertumbuhan ekonomi.
Akibat langsung pada perlambatan pertumbuhan adalah sektor riil. Apabila dunia bisnis semakin melesu, pada gilirannya akan jumlah pengangguran dan kemiskinan meningkat. Pada 2008 ini, angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah meningkat. Pada November saja, tercatat sebanyak 66.000 orang yang terkena PHK. Jumlah yang terkena PHK ini diperkirakan terus meningkat pada 2009. Meningkatnya angka pengangguran dikhawatirkan akan membawa dampak lain pada kehidupan sosial masyarakat.
Melihat berbagai perkembangan tersebut di atas, maka perlambatan ekonomi Indonesia pada 2009 merupakan sesuatu yang tak terhindarkan. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan turun drastis pada 4,4%. Sementara Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan sekitar 4,5%. Bank Pembangunan Asia (ADB) 5%. Dan versi Pemerintah menyebutkan angka sekitar 5% dengan skenario pesimistis mencapai 4,5%.
Namun, di balik keprihatinan atas perlambatan pertumbuhan, secercah harapan pun muncul, yakni berkurangnya tekanan inflasi. Bank Indonesia telah berulangkali menyebutkan bahwa inflasi 2009 akan menurun ke kisaran 6,5-7,5% dengan kecenderungan berada pada batas bawah.
Perkiraan ini cukup beralasan mengingat, selain faktor turunnya imported inflation dari harga-harga komoditas internasional, penurunan inflasi juga didukung oleh faktor domestik, antara lain seperti rencana Pemerintah menurunkan harga BBM, stabilisasi harga oleh Pemerintah sepanjang periode Pemilu, serta meningkatnya produksi padi dan pengadaan beras.
Hasil perhitungan Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa efek penurunan harga premium akan mengurangi tekanan inflasi sebesar 0,3-0,5% pada putaran pertama. Apabila ini ditangkap oleh masyarakat dengan penurunan harga di berbagai sektor, hal itu dipastikan akan semakin menurunkan tekanan inflasi.
Menurunnya tekanan inflasi ini memberikan sebuah ruang bagi ekonomi Indonesia untuk mengeliat. Bank Indonesia tentu diharapkan dapat memanfaatkan momentum ini melalui kebijakannya yang secara konsisten menjaga pencapaian inflasi tanpa mengganggu stabilitas perekonomian.
Kelenturan Ekonomi
Namun, ekonomi Indonesia bukan sekedar angka-angka. Di balik angka-angka itu, hiduplah aktor-aktor ekonomi yang lentur dan liat. Mereka adalah para pelaku yang berdaya juang dan berdaya tahan tinggi. Mereka tersebar luas di seluruh penjuru Nusantara dalam berbagai peran seperti petani, nelayan, dan pengusahan mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Saat krisis melanda negeri kita, dimana ekonomi mendapat tekanan berat, usaha para petani dan nelayan masih bisa tumbuh pada kisaran 3-4%. Pasar domestik yang luas, jaring-jaring kehidupan sosial kemasyarakatan yang erat, telah mampu mengikat dan menjadi penyangga bagi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Dalam keadaan seperti itu, perekonomian Indonesia memiliki kemampuan bergerak seperti mekanika sebuah mesin. Itulah kelenturan ekonomi Indonesia yang sekiranya mampu dirasakan dan dijadikan modal utama oleh otoritas dalam menelurkan kebijakannya.
Ramalan masa depan memang penting. Namun kita tak bisa hanya berhenti di angka. Kita juga tak bisa hanya berhenti pada upaya mengamankan budget pemerintah semata. Krisis global saat ini merupakan momentum untuk dapat membangun perekonomian yang kokoh secara nyata dan merata di masyarakat.
Akhirnya, pertanyaannya bukan berapa besar pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2009, melainkan bagaimana dengan pertumbuhan yang minim itu Indonesia tetap berkomitmen pada kepentingan rakyat? Itulah tantangan bagi pemimpin kita di masa depan. Indonesia di masa depan sangat membutuhkan seorang negarawan yang mampu tampil dan bersedia larut memikirkan masa depan bangsa. Selamat Tahun Baru 2009.
Junanto Herdiawan, peneliti ekonomi lulusan Leeds University
Saturday, December 20, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment