Thursday, April 02, 2009

Politisi dan Watak Ningrat Machiavelli

Politisi sangat menghindari diri apabila dikaitkan dengan praktik Machiavelli. Pak JK sendiri pernah mengatakan di koran bahwa “Golkar Pantang Terapkan Machiavelli”. Nama Niccolo Machiavelli (1469 - 1527) memang sering dihubung-hubungkan dengan praktik-praktik busuk kekuasaan. Misalnya, taktik “Machiavellian” seorang diktator. Gagasannya juga sering dituduh amoral dan menyimpang dari suara hati yang sehat. Akan tetapi, di dalam hati terdalam politisi, banyak yang mengakui bahwa Machiavelli adalah seorang genius yang sangat besar peranannya dalam sejarah dan peletak fundamental ilmu politik modern. Pikiran Machiavelli, meski dikecam, diam-diam atau terang-terangan ternyata menjadi praktik politik di banyak negara.

Namun di balik pendapat orang bahwa ia seorang politikus yang layak dihujat, Machiavelli memiliki watak ningrat yang luhur. Machiavelli sebenarnya adalah seorang tokoh yang berjiwa besar. Simak kata-kata dalam bukunya yang terkenal, “Sang Pangeran (Il Principe)”. Ia mengatakan “Seorang pangeran tak boleh mencuri harta rakyatnya, karena manusia lebih mudah melupakan kematian ayahnya, daripada kehilangan bagian warisannya”.

Tak boleh mencuri harta rakyat adalah ciri dari watak ningrat Machiavelli. Janganlah sekali-kali kita makan uang rakyat. Itu pesan dari Machiavelli. Seorang penguasa, memiliki kewenangan untuk melakukan apa saja. Ia bisa membuat aturan untuk dirinya sendiri, dan ia tak mesti patuh pula pada aturan itu. Di sini kemudian muncul pasase power tend to corrupt, kekuasaan cenderung korup. Machiavelli mengingatkan para penguasa untuk mampu menyeimbangkan kekuasaannya dengan kepentingan rakyat. Mencuri harta rakyat berarti juga memanfaatkan jabatan demi kepentingan diri sendiri.

Machiavelli menyadari adanya tendensi korup tersebut. Di buku selanjutnya, Discourse on the First Ten Books of Titus Livy, ia bercerita tentang bentuk negara yang ideal, dengan konsep negara yang berbentuk Republik. Di sini penguasa tak lagi dapat melakukan keinginan sekehendak hati. Ada sesuatu yang membatasi wewenang penguasa, yaitu rakyat. Dalam buku ini kehendak rakyat di beri ruang yang luas. Kemerdekaan adalah lambang utama yang harus ditegakkan. Penguasa tidak boleh memaksakan kehendaknya, penguasa hanya boleh menjadi penjaga agar kemerdekaan itu tetap terjamin. Dalam buku ini, Machiavelli membayangkan suatu negara yang benar-benar ideal, suatu negara yang jauh dari perselisihan, perpecahan dan konflik. Suatu negara yang dilandasi kedewasaan warga negaranya.

Kemerdekaan pilihan itu menjadi dasar pandangan ekonomi dari Machiavelli. Ia adalah pendukung utama kebebasan individu, aneka pilihan sukarela atau fakultatif. Kebebasan ini menjadi penting dalam kehidupan berekonomi suatu negara saat ini. Kaum petani, kaum pedagang, dan pelaku UMKM di sektor kerakyatan, perlu memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya. Dengan kebebasan ini, sektor kerakyatan tidak akan terbelenggu oleh kekuasaan para tengkulak ataupun penguasa. Mereka memiliki keleluasaan mendapatkan sumber daya yang lebih efisien dan menguntungkan hingga pada gilirannya mensejahterakan kehidupan mereka.

Memahami Machiavelli memang tak bisa dengan hanya melihat dari sisi gelapnya. Machiavelli juga menyimpan nilai luhur. Kalau kita tetap mencuri harta rakyat, memanfaatkan kuasa demi kepentingan sendiri, dan menekan kebebasan rakyat dalam ekonomi, bisa jadi kita lebih kejam dari Machiavelli. Mudah-mudahan bukan begitu yang dimaksud para politisi yang tak mau dikaitkan dengan Machiavelli. Dan mudah-mudahan bukan itu yang dimaksud dengan “Pantang Menerapkan Machiavelli”. Salam.

No comments: